Pemikiran filsafat masuk ke dalam Islam melalui filsafat
Yunani yang dijumpai kaum Muslimin pada
abad ke-8 Masehi atau abad ke-2 Hijriah di Suriah, Mesopotamia, Persia, dan Mesir. Dalam Ensiklopedi Islam
terbitan Ichtiar Baru Van Hoeve dijelaskan bahwa kebudayaan dan filsafat Yunani
masuk ke daerah-daerah itu melalui ekspansi Alexander
Agung, penguasa Macedonia (336-323 SM), setelah mengalahkan Darius pada abad ke-4 SM di kawasan Arbela (sebelah timur
Tigris).
Alexander
Agung datang dengan tidak menghancurkan peradaban dan kebudayaan Persia, bahkan
sebalifaiya, ia berusaha menyatukan kebudayaan Yunani dan Persia Hal ini telah memunculkan pusat-pusat kebudayaan
Yunani di wilayah Timur, seperti Alexandria di Mesir, Antiokia di Suriah,
Jundisyapur di Mesopotamia, dan Bactra di Persia.
Pada
masa Dinasu' Umayyah, pengaruh kebudayaan Yunani terhadap Islam belum begitu
nampak karena ketika itu perhatian penguasa Umayyah lebih banyak tertuju kepada kebudayaan Arab. Pengaruh kebudayaan Yunani
baru nampak pada masa Dinash' Abbasiyah
karena orang-orang Persia pada masa itu memitiki peranan penBng dalam struktur pemerintahan pusat. Para Khalifah Abbasiyah pada mulanya hanya
tertarik pada ilmu kedokteran Yunani berikut dengan sistem
pengobatannya. Tetapi kemudian mereka juga tertarik pada filsafat dan ilmu pengetahuan lainnya. Perhatian
pada filsafat meningkat pada zaman Khalifah
Al-Makun (198-218 H/813-833 M).
PENERJEMAHAN
NASKAH
Kelahiran ilmu filsafat Islam tidak terlepas dari adanya
usaha penerjemahan naskah-naskah ilmu filsafat
dan berbagai cabang ilmu pengetahuan ke dalam bahasa Arab yang telah dilakukan sejak masa klasik Islam.
Dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam:
Pemikiran dan Peradaban disebutkan bahwa usaha penerjemahan ini tidak
hanya dilakukan terhadap naskah-naskah berbahasa Yunani saja, tetapi juga naskah-naskah dari bebagai bahasa, seperti
bahasa Siryani, Persia, dan India.
Usaha penerjemahan tersebut berlangsung selama tidak
kurang dari satu setengah abad di zaman klasik Islam (abad ke-1 hingga abad
ke-7 H). Dan berlangsung secara besar-besaran di Baghdad sejak masa pemerintahan Al-Mansur
(137-159 H/754-775 M), serta mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Al-Makmun. Bahkan di masa
Harun Ar-Rasyid, utusan khusus dikirim ke Kerajaan Romawi untuk mencari
manuskrip yang kemudian dibawa ke Baghdad untuk diterjemahkan ke dalam bahasa
Arab.
Usaha ini telah menghasilkan tersedianya buku-buku
berbahasa Arab dalam jumlah banyak di
perpustakaan-perpustakaan, baik yang dibangun para penguasa Muslim maupun yang
dibangun para hartawan. Ketersediaan buku-buku terjemahan tersebut dimanfaatkan
oleh kalangan Muslim untuk berkenalan
dengan ilmu pengetahuan dan filsafat, seperti yang telah dilakukan oleh orang-orang
Yahudi, Kristen, dan Majusi pada masa-masa sebelum munculnya Islam.
Kegiatan penerjemahan dalam perkembangan berikutnya,
telah memunculkan b'ga kelompok ahli ilmu pengetahuan. Pertama, mereka yang
memusafkan perhatian pada cabang-cabang ilmu pengetahuan saja. Kelompok pertama
ini disebut para ilmuwan. Kedua, meieka yang selain mengkaji dan
mengembangkan berbagai cabang ilmu pengetahuan, juga memusatkan
perhatian pada bidang fibafat Kelompok kedua dinamakan
para filsuf. Ketiga, yakni mereka yang berupaya menguasai berbagai cabang ilmu pengetahuan dan filsafat untuk
keperluan berteoIogL Kelompok yang terakhir
ini disebut para teolog.
Ilmu filsafat dalam Islam pertama kali muncul dan
berkembang di wiiayah-wilayah Islam belahan timur, terutama di Baghdad. Baru tiga abad kemudian, ilmu filsafat
ini berkembang luas di dunia Islam belahan barat yang berpusat di Cordoba
(Spanyol). Keterlambatan tersebut disebabkan oleh kenyataan bahwa buku-buku yang
dihasilkan di dunia Islam belahan timur baru masuk secara besar-besaran ke
dunia Islam belahan barat sejak
paruh kedua abad ke-4 H, dengan dorongan dan bantuan dari pihak penguasa, terutama pada masa pemerintahan Khalifah
Hakam II (350-366 H/937-953 M) di
Andalusia.
Berkembangnya ilmu filsafat di dunia Islam ini pada
akhirnya telah melahirkan sejumlah filsuf terkenal dari kalangan Muslim. Mereka antara lain
Al-Kindi, Ar-Razi, Al-Farabi, Ibnu Maskawaih, Ibnu Sina, Ibnu Bajjah,
Ibnu Tufail, dan Ibnu Rusyd.
Dengan meroanfaatkan materi filsafat dari para filsuf
Yunani, seperti Plato, Aristoteles, Pitagoras, Demokritos dan Plotinus, serta berpegang teguh
pada ajaran Alquran dan hadits Nabi SAW, para filsuf Muslim membangun satu
corak filsafat baru yang kini dikenal sebagai filsafat Islam. Dan karena dihasilkan dalam zaman
klasik Islam, maka filsafat mereka sering disebut dengan filsafat klasik Islam.
Terimakasih telah berkunjung di blog saya !!!
Semoga apa yang saya bagikan bermanfaat bagi anda.
Silahkan kirim kritik & saran melalui kolom komentar !!!